PERSPEKTIF SMS DOSEN
Sekitar seminggu yang lalu baca postingan di twitter perihal mahasiswa yang ngechat dosen di hari libur (seperti pada pict 2, dan screenshot ini milik orang lain).
Setiap kali mau ngechat dosen, saat jadi mahasiswa, saya perlu mikir dulu, "duh ini chat udah sopan belum ya". Lalu baca kemudian revisi. Mau ngirim juga deg-degan. Perlu waktu belasan menit bahkan beberapa jam sebelum klik kirim. Ngirim chat di luar jam kantor? Seinget saya, saya gak pernah lakuin itu.
Sama seperti "karyawan" lainnya, dichat di luar jam kerja untuk urusan kantor, apalagi hari libur, adalah sesuatu yang menyebalkan kan?
Tapi, saat saya jadi dosen, wah saya sering banget dichat tengah malam.
"Saya hendak minta ttd bapak jam 10 malam apa boleh pak?"
"Saya sampai rumah jam 8 malam. Apa bisa saya bimbingan online jam 9 malam pak?"
"Apa hari minggu ini bapak ada di rumah? saya perlu ttd bapak krn deadline"
Chat-chat semacam itu sering saya terima saat ngajar di kampus yang mayoritas mahasiswanya adalah pekerja.
Kesel seperti pict 2? Awalnya iya (tapi gak sampe marah lewat chat), tapi lama-lama saya sadar kalau mahasiwa ini kebanyakan memang gak punya waktu untuk chat dan ketemuan di waktu normal.
Apa kita harus ekspek bahwa mahasiswa, misalnya, yang kerja jadi waitress di restoran akan chat rutin dan minta ketemuan di waktu normal? Lantas sebodo amat jika dia akan dipecat dari kerjaannya?
Mereka mau kuliah sambil kerja aja udah keren banget. Saya salut malah sama sebagian besar dari mereka. Jadi sandwich generation. Ngebiayain keluarga tapi tetep mau kuliah itu keren dan challenging. Apalagi tinggal-kerja-kuliah di wilayah jabodetabek yang muacet parah.
Ini semua tentang perspektif. Jika kita jadi mahasiswa maka gunakan perspektif sebagai mahasiswa yang tau etika pada dosen. tapi saat kita jadi dosen, maka gunakan perspektif dosen yang berusaha untuk selalu meringankan mahasiswa.
Pict 1 adlh foto para dosen yg skrg lg jadi mahasiswa S3
Comments
Post a Comment