ORPHAN TO HARVARD

Pernah nonton film "Homeless to Harvard"? Film dari kisah nyata ini sunggu rekomended. Saya suka banget.

Ternyata, sekitar seminggu yang lalu saat ikut program enrichment dari Fulbright, saya ketemu sama salah satu penerima beasiswa Fulbright di Harvard University dengan kisah hidup mirip homeless to Harvard.



Doi ditinggal meninggal ibu bapaknya dari usia kecil. Lantas, harus ngurusin adik-adiknya yang kecil. Hebatnya, dengan kondisi yang sangat challenging tersebut, doi dapat beasiswa Fulbright ke Harvard.
Sayangnya, saya denger cerita doi di hari terakhir program enrichment. Nggak sempet ngulik lebih lanjut pengalaman hidup luar biasanya itu.
Selain jenius, doi juga luar biasa baik. Awal bisa denger cerita hidupnya karena doi ngeliat saya gemeteran.
"Are you okay?"
"Saya kedinginan"
"Kamu bisa pakai jas saya"
"No, I'm fine"
"Pakai aja"
"No, it's okey. I'm good"
Lantas, doi langsung ngelepas jas nya lalu ngasih ke saya.
Perpaduan yang luar biasa kan: Peduli pada orang di sekitar (walau belum dikenal) dan bisa mengubah kondisi menyulitkan jadi sumbu untuk berprestasi.
Sering kali, kondisi paling menyulitkan lah yang membuat kita mengeluarkan semua potensi yg sebelumnya gak pernah bisa kita keluarkan jadi energi untuk sukses.
Definisi "sukses" menurut saya adalah suatu kondisi dimana kita bisa meraih apa yang tidak bisa diberikan oleh lingkungan tempat kita tinggal
Jadi yatim piatu dan harus kerja banting tulang ngurus adik adik lalu bisa dapat beasiswa full ke kampus paling populer di dunia adalah suatu kesuksesan besar.
Umumnya, orang akan menyalahkan kondisi yang Allah tetapkan bagi dirinya dan menggunakannya sebagai excuse untuk tidak bisa mendapatkan prestasi yang melampui orang-orang di sekitarnya.
Semoga kita gak banyak mengeluh lalu "nyalahin" orang: Ah loe mah enak, kan loe punya privilege

Comments

Popular posts from this blog

Jam Kuliah

Kaya Dejavu

BIAYA KULIAH DI USA