TERJEBAK OLEH KEJAYAAN MASA LAMPAU
Hari ini merupakan tanggal merah di Amerika Serikat, tentunya kantor-kantor kampus tutup. Untungnya, perpustakaan dan fasilitas olahraga masih buka. Karena tugas kuliah kayak nggak pernah ada habis-habisnya, di tanggal merah ini saya ke perpustakaan. datang pagi-pagi. Ternyata, di dalam perpustakaan sudah banyak mahasiswa yang sedang buka laptop/ baca buku/ diskusi. Saya highlight kembali: hari libur. pagi-pagi. sudah banyak mahasiswa di perpustakaan.
Foto ini saya ambil di Thompson library, salah satu perpustakaan di Ohio State University. Pada foto tidak terlalu terlihat banyak mahasiswa karena perpustakaan ini memiliki banyak ruang yang tidak bisa dijangkau oleh kamera hape murah saya.
Saya jadi ingat, maaf ceritanya agak melompat, beberapa tahun lalu saat ngajar di kampus, salah satu mahasiswi nyeletuk "kalo gitu saya juga udah tahu Pak!". Dalam hati saya ngelus dada. Nyoba sabar. Saat itu saya sedang menjelaskan topik sederhana karena masih pertemuan pertama. Tapi ada salah satu mahasiswi yang untuk standar kelas tersebut memang pintar. Namun, sayangnya dia terjebak oleh merasa sudah pintar.
Inilah pentingnya kita secara terus menerus mendatangi lingkungan yang lebih baik. Di tempat saya kuliah saat ini, mahasiswa selalu belajar. Bahkan, salah satu perpustkaan di Ohio State University ada yang buka 24 jam. Saya belum pernah belajar tengah malam sampai pagi di perpustakaan tersebut. Tapi salah satu teman amerika saya cerita, banyak mahasiswa yang belajar sambil ketiduran di pagi buta di perpustakaan tersebut.
Sebelumnya, saya merasa bahwa saya sudah sering baca. Hobi saya adalah baca buku. Hampir tiap hari saya baca buku. Buku di luar pelajaran/ materi kuliah. Tapi, reading habit di USA benar-benar jauh di atas saya. Sebelumnya saya juga sudah sering dengar bahwa reading habit di USA memang tinggi tapi saat melihat secara langsung kebiasaan membaca mereka, benar-benar memberi dampak yang berbeda daripada sekedar mendengar "katanya".
Saya juga jadi ingat, saat saya sedang di kantor dosen, ada salah satu rekan dosen yang komen "Kuliah di luar negeri itu cuma buat gaya-gayaan". Doi ngomong gitu saat saya duduk dekat dengannya, dan saat itu saya lagi nggak ngobrol dengannya juga. Saya juga jarang banget ngobrol sama doi karena menurut saya doi terlalu over proud sama sama kejayaan masa lalunya. selalu disebut entah di depan mahasiswanya, di ruang dosen, juga di grup whatsapp dosen.
Entah kenapa doi ujug-ujug ngomongin kuliah keluar negeri. Mungkin lagi nyindir saya yang saat itu saya lagi rajin apply kuliah keluar negeri. Saya gak ngerespon. Nggak terlalu peduli sama pendapat orang lain selama tindakan saya gak ngerugiin orang lain.
Setiap orang punya kondisinya masing-masing. Ada yang lebih baik kuliah di dalam negeri. ada kondisi yang membuat kuliah di luar negeri adalah pilihan yang lebih baik. ada juga situasi yang membuat seseorang tidak berkuliah adalah pilihan terbaik baginya. Semuanya sama-sama baik. Asal disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Yang tidak baik adalah merasa paling benar dan merendahkan orang lain yang tidak sependapat dengannya.
Menurut saya, belajar ke luar negeri, bukan lah tentang foto-foto di spot-spot bagus lantas di share ke medsos. Saya juga gak serajin teman-teman saya yang sering share foto. Tapi, melihat secara langsung orang-orang yang nggak pernah berhenti belajar tapi tetap bisa menjalani hidup yang seimbang adalah cara yang bagus agar tidak terjebak oleh kejayaan masa lampau dan merasa sudah menjadi orang hebat. Lantas malah menjadi sombong. Di sini, merasa sombong itu sangat sulit karena ada banyak orang-orang yang jauh lebih hebat. Jika ternyata sudah bisa menyerap ilmu dari mereka dan memang sudah benar-benar hebat, tinggal mencari tempat yang lebih menginspirasi lagi agar tetap bisa terus belajar dan tidak menjadi sombong, tapi tetap bisa memberi kontribusi pada tempat asal.
Angga Hidayat
Comments
Post a Comment