LIMA = SATU SETENGAH
"Kalau menurut Aku kayak kelas 2SD"
"Buat Aku malah mirip kayak kelas 1,5 SD"
Itu respon mereka saat kemarin saya tanya, "menurut kamu level matematika yang kamu pelajari di sekolah kayak SD kelas berapa di sekolah Indonesia?". Jawaban ini direspon oleh 2 siswa kelas 5 SD. Karena saya belum mendapat izin perihal menceritakan ini dari orang tua dan siswa bersangkutan, kita sebut saja siswa pertama adalah Amira dan siswa kedua adalah Belinda. Tentu, kedua nama ini bukanlah nama sebenarnya.
Lucu mendengar jawaban ekspresif Belinda yang bilang bahwa pelajaran matematika kelas 5 SD di Amerika serikat setara dengan mudahnya belajar matematika di kelas 1,5 SD Indonesia. Jawabannya lucu bukan saja karena ekspresi wajahnya yang ceria setiap kali menjawab pertanyaam, tapi Belinda bilang kelas 1,5 SD. kreatif banget jawabannya. Kelas 1,5 SD. Saya pun gak kepikiran jawaban "kelas satu setengah SD". Benar-benar berbeda.
Hubbart Elementary School: sekolah salah satu siswa yang saya wawancarai
source: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Hubbard_Elementary_School.jpg
Ternyata, tingkat kesulitan belajar matematika antara sekolah di Indonesia dengan di USA benar-benar berbeda. Di Amerika, pelajaran malah lebih mudah. Terlebih, salah satu orang tua yang sedang menempuh pendidikan S3 di Amerika Serikat pernah bilang ke saya, "Dulu anak saya nggak suka sama matematika, tapi sekarang dia jadi suka banget sama matematika. Katanya, belajar matematika di sini (USA) guru-guru ngajarnya sambil nari".
Selain itu, saya juga mengkonfirmasi kepada salah satu anak Indonesia yang saat ini sedang belajar di SMA USA. Pertanyaan saya sama: "menurut kamu, tingkat kesulitan belajar matematika di USA kaya kelas berapa di Indonesia?"
"Kayak kelas 2 SMP" begini jawabannya. Anak SMA tersebut menganggap tingkat kesulitan matematika di USA sama seperti pelajaran anak SMP. Dia menambahkan, "di Indonesia, saya harus belajar sekitar 10 pelajaran. di sini cuma diminta ambil 5 mata pelajaran".
Walau ternyata tingkat kesulitan matematika jauh berbeda tetapi ternyata kualitas hasil belajar matematika di amerika, menurut saya, malah lebih bagus. Teman solat berjamaah saya yang berkewarganegaraan Amerika, dan doi masih mahasiswa S1, pernah buat suatu mesin prediksi tinggi lompatan atlit dengan bahan kardus. Mesin tersebut, secara fisik, ada banyak tombol-tombol dan layar digital. tapi terbuat dari bahan kardus. luar nya kardus. Dengan bahan seadanya tapi bisa buat mesin yang complicated, dan doi belum lulus kuliah.
Setiap negara memang memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tulisan ini cuma untuk berbagi pengalaman saya saat ngobrol ngobrol sama anak-anak Indonesia yang sedang belajar di Amerika serikat. Mungkin ada pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya.
MUNGKIN tidak membebani anak dengan pelajaran yang terlalu berat tingkat kesulitannya adalah ide yang sangat bagus. Tidak sedikit kan teman-teman kita, atau malah diri kita sendiri, yang nggak mau lanjut kuliah dengan alasan "capek belajar".
Beban kesulitan belajar yang bahkan melebihi sulitnya dengan apa yang dipelajari siswa di negara maju, dan terlalu beragammnya pelajaran yang harus diambil, mempengaruhi psikis siswa. mereka jadi capek belajar. Setelah sekolah berakhir dan dapat ijazah, lantas stop. Tidak lanjut belajar dan tidak menjadi lifelong learner. Padahal Rasululllah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kita untuk selalu belajar hingga akhir hayat.
-Angga Hidayat
Comments
Post a Comment