Jadi Malu
Pernah saya kirim email. bertanya sesuatu via email. tidak sampai 3 menit, email tersebut langsung dibalas. Ini salah satu kesan paling ngena dari dr. Blackburn. Padahal beliau professor. Professor di Amerika Serikat pula. Saya jadi malu karena kadang saya tidak responsif saat mahasiswa nanya. Padahahl saya juga bukan professor tapi bergaya sok sibuknya ngalahin professor.
Saya pernah kirim 5 artikel ilmiah, disertai penjelasannya di bagian body email. Lantas, tidak lama kemudian, email saya dibalas dengan penjelasan sangat detail perihal komen terhadap artikel yang saya kirimkan. Nggak nyangka, beliau baca semua artikel yang saya kirim dan bahkan ngutip beberapa kalimat dari artikel tulisan ibu Sitti Maesuri Patahuddin yang merupakan dosen saya saat S2. Padahal saya cuma nanya via email perihal ide projek. Sekali lagi, cuma IDE projek. tapi penjelasan beliau sangat lengkap. Beliau luangkan waktu baca artikel-artikel yg saya kirimkan. Ini yang dilakukan oleh dr. Perez. Padahal beliau professor. Professor di amerika serikat pula tapi tetap menyediakan waktu untuk baca baca dan memberi masukan yang utuh pada kebutuhan mahasiswanya. Menariknya, beliau ngajar matakuliah di semester 1. bukan sedang ngebimbing disertasi. tapi ngejawab pertanyaan mahasiwa seperti sedang membimbing disertasi. Saya jadi malu padahal saya yang belum professor suka sok sibuk gak ngasih masukan yg menyeluruh pada kebutuhan mahasiswa.
Gak pernah komen negatif. Selalu senyum. Selalu mendorong mahasiswanya mengemukakan pendapat. Ya memang banyak dosen yang selalu mendorong mahasiswa untuk berpendapat, tapi Dr. Katz ada di level yang jauh berbeda. Bulan-bulan pertama di USA, saya benar-benar merasa kikuk dengan kemampuan berbahasa inggris saya. Kelas sangat aktif. Hampir setiap mahasiswa selalu tunjuk tangan. Di bulan pertama saya hampir sering diam karena berbicara dengan kalimat kompleks padahal grammar & pronounce saya benar-benar masih kacau. Terlebih mahasiswa internasional lain benar-benar luar biasa kemampuan berbahasa inggrisnya. di kelas dr. Katz saya benar benar merasa tidak terancam karena beliau bahkan tidak mengernyitkan alis atau mikro ekspresi lainnya saat saya berbicara dan mengutarakan silly idea. Padahal beliau professor di negara adidaya tapi nggak merasa sok pintar dan berusaha mengintimidasi. Banyak orang toh yang mengintimidasi (walau gak sadar) terhadap lawan bicaranya. walau tidak mengungkapkannya secara verbal tapi menunjukan ekspresi yg kadang membuat lawan bicaranya, atau bahkan muridnya, down dan tidak merasa percaya diri untuk berbicara. Saya jadi malu karena saat ngajar kadang saya masih menunjukan ekspresi kebingungan dan kurang meminta mahasiswa berpedapat (walau salah) untuk kemudian dituntun mendapatkan jawaban yang benar.
Bagian terbaik sering kali kita simpan paling akhir kan? Ini tentang dosen pembimbing saya. Beliau ini baiknya super keterlaluan. Pernah nggak dijemput sama dospem di bandara saat pertama kali datang padahal belum pernah bertemu secara langsung? Pernah nggak pertama kali datang ke kampus diajak keliling kampus dan dijelaskan tempat-tempat penting yang ada di kampus? Pernah nggak disiapkan Macbook pro dan iPad pro untuk belajar di kampus baru? Pernah nggak dospem nyiapin waktu bimbingan rutin seminggu sekali kumpul sama semua mahasiswa bimbingannya, buat ngomongin projek atau sekedar ngomongin hal-hal receh yang dialami mahasiswa-mahasiswa bimbingannya selama seminggu terakhir? Pernah nggak dospem beliin kasur dan nganterin sendiri kasur tersebut ke rumah mu? Pernah nggak dosen beliin meja belajar dari ikea lalu nganterin bahkan ngangkatin meja belajar itu ke depan pintu apartemen mu yang ada di lt 3 karena kamu gak ada di apartemen saat dospem nganterin meja itu? Pernah nggak kamu bilang mau rutin nerbitin artikel setiap semester dan beliau langsung bikinin projek untuk dikerjakan lantas dospem pesan beberapa ipad untuk dipinjamkan pada partisipan penelitian? dan banyak pernah nggak pernah nggak yang lain kalau ditulis akan kepanjangan tulisan ini. semua pertanyaan di atas itu terjadi sama saya. beruntung banget dapat dospem yang bener-bener ngebimbing. Padahal beliau itu professor dan lulusan dari Harvard, tapi cara ngebimbing bener bener all out. Saya jadi malu karena saya yang bukan siapa-siapa nggak bener-bener membimbing mahasiswa saat skripsi. Level saya cuma balas chat secepat mungkin dan nyiapkan waktu bimbingan nyesuaikan dengan waktu mereka. Saya paling bagus cuma nyamperin mahasiswa ke stasiun karena kasian mahasiswa kalau nyasar ke rumah saya. Bener-bener jauh dari level Dr. Chao.
Beruntung semester pertama kuliah dapat dosen-dosen yang bukan cuma jenius tapi juga berkarakter sangat baik. Kuliah ke luar negeri itu bukan cuma belajar hal-hal akademik sesuai jurusan, tapi juga tentang bertemu orang-orang luar biasa. Lantas, kita belajar dari mereka untuk memperbaiki sikap kita.
-Angga Hidayat
Comments
Post a Comment