A friend who understand fully
Beberapa tahun lalu saya pernah ngajar di tingkat setara sekolah menengah. Banyak siswa yang dianggap nakal di sana. Contoh perbuatan "nakal" adalah mematahkan kaki kursi guru, menempelkan sisa permen karet di meja guru, dan mengepeskan roda motor guru. Benar-benar kelas yang sangat challenging untuk diajar. Lantas saya tidak pernah menasehati siswa-siswa di sana. Menurut saya, jika saya melakukan hal yang sama, saya akan mendapatkan tindakan yang sama seperti yang dialami guru-guru lain.
Django Paris
sumber: https://education.uw.edu/news/django-paris-named-editor-book-series-culturally-sustaining-pedagogies
"... to know each other and developing early trust..." (Paris, 2011, p. 141)
Saya berusaha membangun kepercayaan mereka dengan, misal, pergi ke suatu acara bersama. Tidak ada pembicaraan perihal "kok kenapa kamu bisa bandel banget?!" Hanya mendengarkan kisah-kisahnya. Tentang keluarganya. Tentang hubungan dengan pacarnya. Tentang hobinya. Listening sepanjang perjalanan.
"I had learned many incredible and difficult things about her life" (Paris, 2011, p. 147)
Berbicara seperlunya jika ia butuh respon dari saya. Jika tidak diminta atau tidak ada sinyal bahwa ia butuh respon maka saya akan selalu mendengarkan. Siswa setegar apa pun ia mencitrakan dirinya kuat tetap saja butuh seseorang yang dapat dipercaya untuk bercerita kan?
".. he understood that I was not out to evaluate him but, rather, was interested in learning from and with him" (Paris, 2011, p. 141)
Juga, penting untuk tetap mendengarkan agar guru tahu bahwa siswa adalah sosok penting yang menjadi sumber pengetahuan guru. Tidak baik juga jika merasa bahwa guru yang lebih tahu segalanya dari murid. Memang guru matematika umumnya lebih paham matematika ruang kelas daripada murid. Tapi umumnya hanya sebatas itu. Di bidang lain, sering kali murid lebih paham daripada guru.
"Yet, humanization between researchers and participants is not achieved through taking fieldnotes in back of classrooms" (Paris, 2011, p. 144)
Pernah juga saat saya ngajar di tingkat pendidikan lain, di luar jam belajar saya sering nongkrong denga "murid", di McD misalnya atau sekedar keliling naik motor gak tentu tujuan. Saya beri tanda kutip kata murid karena saya lebih memilih suka dianggap sebagai teman daripada pengajar matematika. Efeknya banyak dari mereka yang mengaggap saya saudara dan masih sering nelpon bercerita bahkan berjam-jam untuk cerita apapun perihal pekerjaan, asmara, dan lainnya. Setelah kedekatan dan rasa kepercayaan sudah timbul maka menasehati menjadi jauh lebih mudah, dan mereka tidak akan melawan untuk kemudian membentuk tembok pemisah antara guru-murid.
And I remain connected to many of their lives, attending their high school graduations now two
years after the study, writing letters of recommendation for jobs or college,
texting about relationships or fights or college admission, checking-in when
crisis (Paris, 2011, p. 147)
Teori yang dijabarkan oleh Paris ini sebenarnya bukan hal baru di dunia pendidikan. Dalam tatanan praktis, banyak guru yang menerapkan hal ini dan mampu membawa perubahan perilaku murid-murid mereka, tapi di tatanan kajian teori dan dituangkan dalam artikel ILMIAH, hal ini sungguh berbeda dan membuka perspektif. Btw, kata ilmiahnya sengaja saya perbesar karena umumnya artikel ilmiah melulu tentang data-data empiris yang diterjemahkan lalu menjadi obat tidur terbaik. Jika saya kesulitan tidur, saya biasanya akan baca artikel ilmiah maka otomatis saya bisa tidur beberapa menit kemudian.
Artikel yang ditulis oleh Paris ini benar-benar luar biasa dan berbeda. Sangat rekomendid untuk dibaca oleh para pendidik yang ingin mengajar dengan hati dan menjadi "a friend who understand fully"!
Oleh:
Angga Hidayat
Referensi:
Comments
Post a Comment