Posts

Kaya Dejavu

Image
Saat pertemuan terakhir salah satu mata kuliah, tiba-tiba diem. Kok kaya dejavu, entah dari novel mana. Ngobrol-ngobrol sama mahasiswa Indonesia di kampus di USA. Kebetulan kelas itu juga diambil 5 mahasiswa doktoral Indonesia lainnya. Kami berbeda jurusan. Cuma saya yg dari STEM education. Lantas, saya coba geleng-geleng kepala. Bener gak sih nih saya lagi di USA, negara yg udah jadi impian untuk studi lanjut sejak zaman SMA, sambil ngobrol bareng dosen dosen dari kampus ternama. Oh bener! lanjut lagi berusaha ikutin obrolan mereka yg lagi diskusi gimana naikin kepangkatan fungsional. Kebetulan, salah satu temen yg lagi studi S3 di sini udah jadi lektor kepala. Keren ya, belum punya ijazah S3 tapi udah jadi lektor kepala. Beruntung banget, bisa sering diskusi sama orang-orang hebat di sini. Rezeki tidak melulu tentang uang kan NB: Gambar hanya pencitraan #beasiswa   #beasiswakuliah   #fulbright   #fulbrightindonesia   #lpdp   #beasiswalpdp   #toefl   #persiapantoefl   #ielts   #studya

Jangan Serius Mulu

Image
Di sebelah kiri ada gambar panda lagi bobo. Lucu ya?! Lucu nya lagi (dalam artian positif), gambar ini ada di sistem milik kampus. Bahkan, di sistem milik mahasiswa S3 pun ada gambar lucu ini. Saya cek di kampus lain (di USA) pun ada yg punya gambar panda ini. Juga, setiap submit tugas di web, penanda bahwa tugas sudah berhasil diupload akan ada gambar, entah itu roket atau bunga atau macam-macam yang imut-imut. Saya melihatnya ini adalah sesuatu yang positif. Kuliah itu gak melulu harus serius.  Gambar semacam ini bisa ngasih sinyal bahwa jangan sampe stress karena tugas. Setelah submit tugas, bisa lakukan perayaan kecil. Kuliah S3 itu adalah maraton. Bukan sprint. Kalau dari ujung ke ujung cuma disi yang serius-serius, kemungkinannya entah akan stress, drop out, atau malah gak sustain belajarnya: selesaai dapat gelar, lantas stop belajar. Btw, tampilan ini ada di web e-learning kampus. Sebenernya gak bisaa dibilang web "e-learning" juga karena web ini dipakai tiap kuliah wa

Mualaf dan identitas

Image
"Do you consider yourself an Arab or African?" Lantas, dia yang saya tanya ngejawab, "both". Terus dia nyebut negara-negara yang terbentang di Afrika utara punya tiga IDENTITAS: orang Arab, orang Afrika, dan Muslim. Saya nanya ini krn identitas itu topik yang cukup hot di USA. Juga, gabungan beberapa identitas (dikenal dg istilah interseksionalitas) kadang bikin masalah hidup seseorang menjadi rada kompleks. Misalnya: Kemarin saat lagi nunggu guru ngaji datang, saya ngobrol sama bule yg baru 2 bulan meluk Islam. Jenggotnya tebel, pakai peci dan gamis. Dia itu bule. Pirang. Tapi, tampilan dia lebih muslim drpd saya yg muslim sejak lahir. Dengan segala atribut yg dipakai, dia lebih mirip orang Suriah daripada bule. Saya sering ketemu orang Suriah (di USA) yang pirang. Agak mudah mengidentifikasi orang berdarah Suriah karena umumnya tampilan fisik mereka agak beda dari kebanyakan orang Arab lainnya. Dia banyak sharing alasannya jadi mualaf. Setelah beberapa saat denger

Postcard Terima Kasih

Di salah satu matakuliah di sini diajarin: kalau nanti dapat panggilan wawancara kerja, setelah diwawancara, ucapkan terima kasih atas undangan wawancaranya lalu beri KARTU ucapan terima kasih yang DITULIS TANGAN ke tiap pewawancara.  Saya lantas inget, setahun lalu pernah ada temen bule warga negara USA saat lagi jalan jalan ke state lain ngirimin saya postcard yang nanya kabar saya dan sharing tempat-tempat yang ia kunjungi di sana PAKAI TULISAN TANGAN. Itu adalah pengalaman pertama saya dikirimi postcard yang ditulis tangan. TERKESAN jadul, tapi so sweet banget. Kartunya masih saya simpen. Juga, beberapa waktu lalu, di pertemuan terakhir matakuliah, salah satu profesor ngasih amplop yang didalamnya ada kartu ucapan yang DITULIS TANGAN tentang pencapaian tiap mahasiswa dan bangganya beliau sama pencapaian tersebut. Sampe melting bacanya. Juga, profesor lain saat di akhir semester, beliau ngasih lukisan kecil (YANG DILUKIS SENDIRI OLEH IBU BELIAU) ke tiap mahasiswa. Tiap lukisannya be

Ohio State Uni

Image
A walnya pengen banget masukin Ohio State Univ (OSU) ke salah satu list kampus buat didaftarin sama IIE (pengelola Fulbright pusat di USA) karena jurusan pendidikan matematikanya bagus. Tapi, justru karena rangking jurusan pendidikan matematika nya bagus, gak berani nulis OSU di list. Khawatir ditolak. Masalahnya kalau sampai gak ada kampus yang nerima, pencalonan jadi awardee Fulbright bakalan dibatalin. Akhirnya nulis 5 kampus biasa-biasa aja lantas listnya disetor ke IIE. Yang penting kuliah di USA. Eh, listnya direvisi sama IIE, dan IIE ngeganti beberapa kampus, dan masukin OSU ke dalam list nya. Gak nyangka malah diterima di kampus ini. Dan, diterima sama profesor yang juga Fulbrighter. Nyaman banget sama kampus ini karena lokasinya deket masjid. Ini ngebantu banget buat adaptasi awal kuliah karena kenal dan interaksi sama budaya Muslim. So, gak terlalu kaget sama budaya barat. Ada penetralnya. Di kampus pun gampang banget buat solat. Malah ada grup solat jamaah kampus. Banyak rua

Ngisi Gap

Image
Kalaupun kita menemukan research gap, bukan berarti kita adalah orang yang tepat untuk mengisi gap itu (Leigh Patel) --- Dulu, saat awal-awal ngajar di kampus, saya pernah ikut "pengabdian masyarakat" di tempat biasa anak-anak jalanan belajar gratis. Temen yang inisiasi kegiatan itu lantas buat spanduk dg nulis "...siswa marjinal". Saya keberatan dg penulisan judul seperti itu. Okelah pada judul proposal dan laporan pengabdian ditulis "... marginalized students" tapi nulis kata itu di spanduk lantas spanduknya dipampang depan mereka, menurut saya, itu akan menyakiti hati mereka. Bayangin, saat kita adalah siswa dari keluarga miskin tapi ada orang ngatain kita miskin. Itu menyakitkan loh, dan akan membekas. Terlebih yang ngatain itu adalah guru/dosennya. Temen yang inisiasi kegiatan itu setahu saya berlatar belakang dari keluarga kaya, gak tahu apa hidup itu susah dan sulitnya nyari duit di jalanan. So wajar aja kalau dia kekeh nulis kata marjinal di spandu

Cara Manggil Prof di USA

Image
Dulu, sebelum kuliah di US, saat kirim email ke prof US agar bersedia jadi supervisor saya, saya selalu nyebut "Professor disertai nama lengkap mereka" layaknya di Indonesia. Namun, belakangan saya baru tahu di US, Professor=guru. Penekanannya lebih kepada profesi. Bukan gelar. Implikasinya, mahasiswa akan manggil para professor mereka bukan "Prof (disertai nama depan)" tapi "Dr (disertai nama belakang" atau cukup manggil "nama depan" saja. Contoh, sekedar contoh saja: seorang profesor (yg juga sudah lama lulus S3) bernama "Angga Hidayat", umumnya akan dipanggil "Dr. Hidayat" atau malah cukup dipanggil "Angga" oleh para mahasiswanya. Umumnya, ngebedain gimana manggil "Dr Hidayat" atau "Angga" adalah dengan bagaimana profesor tersebut kirim email ke kita. Jika pada bagian akhir email (signature) Prof tersebut cuma nulis nama depannya saja, tanpa gelar Dr dan tanpa nama belakang, maka prof tsb sudah